Sistem informasi terdiri atas komponen
yang saling terintegrasi. Komponen-komponen dari sistem informasi tersebut pada
dasarnya merupakan sumber daya informasi yang menyusun sistem informasi.
Menurut McLeod (1998, 5), terdapat lima sumber daya informasi utama, yaitu:
- Sumber daya manusia (personil)
- Material
- Mesin (termasuk fasilitas dan energi)
- Sumber daya keuangan
- Data
Berdasarkan klasifikasi sumber
daya informasi menurut McLeod, di samping teknologi –yang direpresentasikan
dengan material dan mesin- terdapat komponen penting lainnya yang meliputi
sumber daya manusia, sumber daya keuangan, serta data itu sendiri. faktor
sumber daya manusia telah lama menjadi perhatian praktisi sistem informasi.
Greenwood dan Greenwood (1984,
276) mengemukakan bahwa “human side is critical factor controlling
implementation result.” Sementara McLeod (1998, 347) mengemukakan terminologi
yang berbeda, yaitu human factor considerations yang menjelaskan bahwa
“computer applications and projects that develop applications have always been
subject to certain behavioral influences.” Oleh karena itu, kelangsungan sebuah
sistem, sebagus apapun itu, sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang mengelola
dan menjalankan sistem tersebut.
Secara khusus, McLeod
mengemukakan bahwa rasa takut (fear) merupakan human factor considerations yang
utama. Lebih lanjut, human factor considerations yang tidak diidentifikasi dan
tidak dikelola dapat berimplikasi pada timbulnya resistensi pengguna. Resistensi
pengguna dapat direpresentasikan dalam bentuk penghindaran (avoid) dari
penggunaan sistem informasi; tingginya tingkat kesalahan (error rates), termasuk
adanya sabotase; hingga timbulnya counterimplementation, yang didefinisikan
oleh Keen sebagaimana dikutip oleh Laudon dan Laudon (2001, 310) sebagai
“deliberate strategy to thwart the implementation of an information system...”
Perubahan selalu membawa
tantangan, tak terkecuali perubahan pola kerja melalui implementasi sistem
informasi. Pada dasarnya, mencapai sebuah perubahan melalui implementasi sistem
informasi dalam sebuah organisasi merupakan perubahan budaya organisasi secara
keseluruhan. (Greenwood dan Greenwood 1984, 277).
Untuk itu, implementasi sistem
informasi tidak sekadar menyediakan sistem informasi baru yang akan digunakan
dalam operasional sehari-hari organisasi. Namun, lebih dari itu, implementasi
tersebut membutuhkan strategi yang tepat, yang pada akhirnya mampu mengantarkan
organisasi pada kesuksesan implementasi sistem, dan lebih jauh lagi, mampu
menjadi katalisator bagi perubahan budaya organisasi ke arah yang lebih baik.
Terkait dengan implementasi
sistem sebagai bagian dari perubahan budaya organisasi, Greenwood dan Greenwood
menjelaskan bahwa perubahan tersebut harus dilakukan secara perlahan dan
hati-hati. Lebih lanjut, Greenwood dan Greenwood juga menyarankan peralihan
sistem dengan skema piloting pada sebagian unit dalam organisasi. Dalam konteks
strategi implementasi yang lebih besar, alat yang perlu 10 digunakan sebagai
bagian dari strategi implementasi adalah komunikasi dan partisipasi. Pada
dasarnya, anggota organisasi adalah captive users dari sistem informasi yang
digunakan organisasi. Hal ini tentu saja dikarenakan semua anggota organisasi menggunakan
sistem informasi sebagai bagian dari pekerjaan sehari-harinya. Namun, penekanan
pada aspek komunikasi bukan hanya bertujuan untuk menjadikan anggota organisasi
berkeinginan untuk mengoptimalkan penggunaan sistem, namun juga memberikan
pemahaman bahwa sistem informasi yang disediakan bernilai bagi individu dalam
organisasi dan bagi organisasi secara keseluruhan. (Lutchen 2004, 212).
Lebih lanjut, Lutchen menjelaskan
bahwa unit organisasi yang mengelola sistem informasi berhubungan dengan
berbagai pihak dengan berbagai kepentingan. Menurut Lutchen, “special messages
must be crafted by the IT organization to facilitate particular implementation
and rollout efforts or IT transitions.” Selain itu, masih menurut Lutchen,
“message delivered must be clear, consistent, and meaningful to the intended
audience.” Berdasarkan berbagai uraian pada bagian sebelumnya, terdapat
beberapa alternatif yang dapat ditempuh untuk mengatasi hambatan dalam
implementasi sistem informasi dari sisi human factor antara lain; Greenwood dan
Greenwood (1984; 276- 277), McLeod (1998, 349) serta Laudon dan Laudon (2001,
309):
- Menggunakan saluran komunikasi formal, misalnya berupa program sosialisasi atau demo sistem yang diupayakan menjangkau sebanyak mungkin audiens. Hal ini berguna untuk menekankan manfaat dan peran penting sistem. Penggunaan 11 saluran komunikasi formal dapat juga meliputi penggunaan pendekatan koersif yang berupa kebijakan atau peraturan organisasi.
- Memanfaatkan saluran komunikasi informal yang ada untuk senantiasa menegaskan manfaat implementasi sistem informasi baik bagi individu, maupun bagi organisasi.
- Meningkatkan partisipasi pengguna, yang dapat berupa keikutsertaan dalam proses perancangan sistem, serta sosialisasi dan pelatihan sistem baru yang akan diimplementasikan. Hal ini dapat meningkatkan keselarasan (alignment) antara kebutuhan pegawai dengan tujuan organisasi, yang pada akhirnya berperan dalam meningkatkan kesuksesan implementasi sistem.
- Menggunakan sistem informasi sebagai sarana pengayaan pekerjaan bagi pegawai (job enhancement). Hal ini dapat diimplementasikan melalui pengalihan tugastugas rutin kepada sistem dan memberikan tugas yang lebih menantang bagi pegawai.
- Memberikan insentif tertentu sebagai bagian dari proses implementasi sistem. Tentunya insentif ini perlu disosialisasikan, sehingga dapat memacu minat pegawai untuk menyukseskan implementasi sistem dan menekan resistensi.
- Mempersiapkan berbagai sarana yang dibutuhkan, baik dari segi teknis maupun organisasional. Sarana teknis termasuk juga tersedianya personel yang akan memberikan dukungan teknis bagi jalannya sistem informasi. Sarana organisasional meliputi tersedianya kebijakan dan SOP yang sesuai.
0 Comments:
Post a Comment