Konsep agency
theory menurut
Anthony dan Govindarajan (1995, 569) dalam Widyaningdyah (2001, 91) adalah
hubungan atau kontak antara principal
dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk
kepentingan principal, termasuk pendelegasian
otorisasi pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Pada perusahaan yang modalnya
terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief Executive Officer) sebagai agent mereka. Pemegang saham
mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Agency theory memiliki asumsi bahwa
masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya
sendiri, sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak
untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya, antara lain dalam hal memperoleh
investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi (Widyaningdyah 2001, 91).
Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas
CEO sehari-hari untuk memastikan bahwa CEO bekerja sesuai dengan keinginan
pemegang saham. Principal
tidak memiliki
informasi yang cukup tentang kinerja agent. Agent
mempunyai lebih
banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan
secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan
informasi yang dimiliki oleh principal
dan agent. Ketidakseimbangan informasi
inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Adanya asumsi bahwa individu-individu
bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri, mengakibatkan agent memanfaatkan adanya asimetris
informasi yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak
diketahui principal. Asimetri informasi dan konflik
kepentingan yang terjadi antara principal dan agent
mendorong agent untuk menyajikan informasi yang
tidak sebenarnya kepada principal, terutama jika informasi
tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent (Widyaningdyah 2001, 91-92). Berdasarkan penelitian Watts
dan Zimmerman (1986) dalam Widyaningdyah (2001, 92) secara empiris membuktikan
bahwa hubungan principal
dan agent sering ditentukan oleh angka
akuntansi. Hal ini memacu agent
untuk
memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana
untuk memaksimalkan kepentingannya.
Sebagai agent, manajer secara moral
bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan
memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua
kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha
untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali
2002 dalam Ujiyantho dan Pramuka 2007, 5).
0 Comments:
Post a Comment